semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Makan

Siang ini saya lapar dan belum tahu dengan cara apa menuntaskan rasa lapar.

Tiba-tiba saya terpikir tentang lapar. Apa kiranya pikiran orang yang dilanda lapar? Apakah dalam imajinasinya hanya tentang bagaimana caranya menuntaskan rasa lapar? bahan-bahan apa yang harus dimakan agar lapar terbayar? Serta bagaimana mengatasi rasa lapar di kemudian waktu?

Karena sifatnya yang repetitif dan rutin, makan bukan lagi sekadar urusan kenyang, tapi meningkat kadarnya secara kualitatif sesuai dengan kemampuan modal. Orang yang memiliki kelebihan modal, akan selalu mencari variasi makanan dengan standar-standar tinggi. Hari ke hari, insting untuk eksperimen rasa selalu memanggil, jadilah parade pemuasan hasrat pada makanan yang lezat, dengan tempat yang nyaman dan privat.

Namun, saking seringnya berganti-ganti jenis makanan, membuatnya cepat jengah. Selain itu, lantaran sudah tenggelam dalam hasrat akan rasa-selera, yang bersifat individual-partikular, membuat seseorang merelatifkan segala yang lain dari dirinya, misalnya terhadap komunitasnya yang kebanyakan masih kelaparan dan makan makanan yang tidak bergizi. Hasrat individual yang orientasi perut dan bawah perut (epithumia) itu, membutakan penglihatannya akan pencarian kebaikan bersama. Setiap orang mencari kebaikan untuk dirinya sendiri-sendiri, dengan mengandaikan bahwa orang lain adalah saingan dalam pemuasan nafsu makan dan nafsu lain-lainnya.

Lantas, bagaimana menanggung selera itu? Jawaban yang paling mungkin dan diterapkan banyak orang, yaitu dengan mencari uang sebanyak-banyaknya. Bagaimana caranya memperbanyak uang? Banyak jalannya, karena Uang sudah jadi Panglima. Hingga keterarahan hidup ini selalu mengarah ke uang, entah telah menjadi politikus, pejabat, dosen, polisi, menjadi makelar-makelar.

Sayangnya, hasrat akan uang, yang diandaikan uang dapat menyelesaikan segalanya, baik itu urusan makan, urusan harga diri, urusan jabatan, dan urusan sepele-sepele lainnya, menjadi titik fokus utama. Dan titik fokus itulah yang diserap oleh anak didik kita, sejak kecil mereka diajarkan bahwa orang yang paling baik dalam hidup adalah orang yang punya banyak uang. Dan orang dewasa memang mengarahkan ke sana, bahkan juga menjadi model, dengan memaksakan pada anak didik materi-materi pendidikan teknis yang kiranya ke depan dapat berguna untuk mendapat banyak uang. Pendidikan bukan lagi urusan tentang pengarahan anak didik pada yang baik, yang elok, yang membebaskan. Citra-citra yang baik demi kepentingan bersama diputarbalikkan menjadi citra-citra yang baik demi kepentingan individu, yaitu agar anak-anak ke depan mampu mencari uang yang banyak. Agar ia dapat memuaskan nafsunya. Memuaskan seleranya terhadap makanan, terhadap kenikmatan-kenikmatan lainnya yang tidak ada batasnya.

Untuk itu, sebaiknya pendidikan merupakan agenda pembebasan jiwa manusia yang diarahkan pada yang kebaikan sejati. Menurut Platon dalam Buku Mendidik Pemimpin dan Negarawan karya A. Setyo Wibowo-Haryanto Cahyadi, jiwa diumpamakan seperti ruang terbuka dalam diri manusia, yang berkatnya manusia mengidentifikasikan dirinya dengan sesuatu di luar dirinya, sehingga nantinya mirip dunia inderawi atau mirip idea, menyerupai binantang atau yang ilahi. Pendidikan adalah upaya conversio atau pembalikan arah pada mata jiwa ke arah yang baik, yang sejatinya jiwa bersifat plastis dan tergantung pada intensitas dan orientasi yang ia berikan pada dirinya.

*Proses mengakhiri tulisan ini, tiba-tiba lapar saya hilang, namun jadi lemas. Meski begitu, jiwa saya serasa bebas setelah menulis cuap-cuap ini.



2 komentar:

Perspektif Penengah mengatakan...

wah... rasa lapar saya lenyap.. tetapi tetap energik...
makasih kanda atas pemikirannya....

Idham Malik mengatakan...

terimakasih telah membaca Dinda.. :D

Makan