semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Gaya Hidup Anak Muda dan Geng Motor

Merebaknya kasus kekerasan yang melibatkan geng motor di Makassar belakangan ini tidak dapat dilihat dari satu sisi saja, misalnya dari sisi kurangnya penegakan hukum. Tapi juga harus dilihat dari sisi perkembangan kota, teknologi, gaya hidup, dan dari sisi psikologi anak muda, dalam hal ini pelaku kekerasan banyak dilakoni anak usia sekolah. Saya tidak mencoba untuk menuduh individu sebagai faktor utama, bahwa hasrat dan obsesi individu menjadi penyebab kekerasan terhadap manusia lain.

Saya cuma membayangkan bagaimana kira-kira, masa SMP saya jika ditempatkan di ruang dan waktu di lorong-lorong Makassar saat ini? mungkin saya juga akan gabung dengan Geng Motor, apalagi jika kebetulan orang tua saya orang yang tidak mampu. Mengapa demikian? Sebab jaman sekarang berbeda dengan jaman waktu saya SMP dulu.

                                          Istimewa

Waktu saya SMP di Maros 16 - 17 tahun yang lalu, terasa begitu menyenangkan, dimana setiap sore kita berkumpul bersama teman-teman untuk main bola, malam hari kita kadang-kadang bermain bulu tangkis atau menonton sinetron bersama keluarga, pagi hari naik sepeda ke sekolah, dan waktu istirahat belajar digunakan untuk bercanda ria bersama teman atau makan bakwan di kantin sekolah.

Masa SMP saya begitu damai, kita ke sekolah dan pulang sekolah dengan tiga cara, yaitu dengan menumpang mobil sewa anak kompleks yang dibayar perbulan, dengan mengendarai sepeda melewati jalan pintas di pinggir irigasi, dengan berjalan kaki untuk olahraga dan berpetualang. Teman SMP saya yang mempunyai motor bisa dihitung jari, bahkan teman yang orang tuanya terbilang mampu juga menggunakan kendaraan umum, kalau tidak diantar oleh orang tua mereka pulang pergi sekolah.

Nah, dalam suasana seperti itu, kekerasan yang anak SMP lakukan hanya berupa perkelahian di tanah lapang yang kebetulan bergesekan kepentingan terhadap seorang teman perempuan, itu pun dilakukan dengan semangat anak muda untuk menunjukkan keberaniannya. Selain itu, bolos kelas sesekali, atau memakan bakwan satu dua tanpa bayar.

***
Boleh lah kiranya saya mengambil asumsi dengan hayalan saya tentang anak SMP di Makassar saat ini. Minta maaf karena sejauh ini saya tidak punya teman anak SMP, seandainya saya berteman dengan anak SMP, saya akan menggali data sebanyak-banyaknya. jadi tulisan ini sekadar hipotesis saja.

Kehidupan anak SMP saat ini, apalagi di Makassar sangat rentan. Tingkat kebutuhan anak SMP saat ini cukup banyak, mereka bukan lagi anak SMP dengan uang jajan 1000 rupiah perhari, atau anak SMP yang kebutuhannya hanya semangkuk mie bakso saat istirahat siang. Anak SMP sekarang dikepung oleh begitu banyak godaan-godaan, seperti kepemilikan smartphone, tab, motor, agar kehidupan pergaulannya bisa diterima oleh teman sejawat mereka. Tempat nongkrong mereka pun tidak lagi hanya sekadar duduk di lapangan sepak bola atau di bawah pepohonan sembari bermain enggo-enggo, tapi mereka mulai mencoba nonton bioskop, kongkow-kongkow di circle K, cafe-cafe, dan mungkin ikut karouke. Jika mereka kaya, tidak terlalu bermasalah, tapi bagaimana kalau mereka miskin?

Saya membayangkan jika saya anak SMP, yang dimana jiwa saya lagi mekar-mekarnya, keinginan saya untuk mencoba lagi tinggi-tingginya, dan saya tidak punya uang untuk bergaul. Handphone saya cuma nokia standar harga Rp. 200 ribu. Sementara sudah banyak kawan saya yang telah ber-bbm-ria, yang memamerkan status terbarunya di dinding path-nya, atau bermain game online. Atau tiba-tiba ada cewek yang saya taksir, kemudian cewek tersebut meminta nomor pin BB saya? Apa yang saya akan lakukan? Saya meminta uang di orang tua saya dan mereka malah marah-marah.

Atau, saya membayangkan diri saya sebagai anak SMP di Makassar, yang teman-teman saya mengajak nongkrong di Circle K atau pergi nonton bioskop di hari libur, atau ikut bernyanyi di tempat karaoke-an. Saya tidak bisa menghindar dari godaan-godaan itu semua, namun saya tidak punya uang untuk memenuhi hal tersebut. Selain itu, teman-teman saya mulai menghindar, karena saya dianggap menyusahkan, karena tidak bisa memberikan sumbangsih apa-apa, saya pun terkucilkan dan tak dapat bergaul. Padahal, saya juga ingin seperti teman-teman. yang bisa tertawa riang di dalam kelas sembari melihat handphone-nya masing-masing. Ketawa mereka pun begitu menyakitkan dan ketika diajak ngobrol atau bermain, perhatian mereka sering teralihkan ke handphone-nya masing-masing. Betapa menderitanya saya.

Lalu, saya membayangkan ada kawan yang mengajak untuk bergabung dengan geng motor. Kata teman, kita bisa dapatkan semua yang kita inginkan. Dengan bersama-sama merampok orang-orang yang bergaya di jalanan, kita dapat membagi hasilnya. Dengan begitu, saya bisa membeli handphone, ada uang jajan untuk nongkrong dan mentraktir teman, saya pun bisa ke bioskop bersama kawan-kawan saya yang kaya. Saya juga kasihan terhadap korban-korban itu, tapi, apa daya, menjadi anak gaul di Makassar kita harus punya uang. Kami ingin kembali seperti biasa, tapi kami juga butuh uang untuk uang pergaulan. Kami seperti diombang-ambing oleh situasi, tidak ada yang dapat menyelamatkan kami.
****
Kembali ke dunia nyata. Ketika ditanya, apa yang saya akan lakukan jika saya terpaksa bersekolah SMP di Makassar, dalam kondisi seperti itu?

Saya mungkin akan mendekati orang-orang pintar di SMP, membaca buku sebanyak-banyaknya (Saya baru sadar, kenapa saya tidak mengawali membaca banyak buku sejak SMP?), belajar musik, belajar karate, main sepak bola, dan ikut pramuka. Jika saya tak punya uang, saya akan menjalin hubungan akrab dengan teman yang kaya, karena teman yang kaya biasa mentraktir saya mie bakso, apalagi kalau saya membantunya mengerjakan PR (Pekerjaan rumah).

Demikianlah hayalan saya. Tentang anak SMP yang labil, yang mudah terpengaruh, yang sedang mekar-mekarnya mencoba dunia. Saya pun mau membayangkan yang lainnya, tentang hubungan geng motor dengan konteks politik, tapi, ya sudah lah.. Lebih baik menghayalkan anak SMP dengan gaya hidupnya saja.

12 Maret 2015

Tamalanrea, Makassar




0 komentar:

Gaya Hidup Anak Muda dan Geng Motor