semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Penyakit Udang Windu di Tambak dan Perbaikan Lingkungan dengan Aplikasi Probiotik RICA

Hasil perbaikan notulensi materi dari Dr. Ir. MUHARIJADI ATMOMARSONO, MSc (Peneliti BPPBAP Maros).



Dr. Ir. Muharijadi Atmomarsono dalam pelatihan BMP Budidaya Udang Windu untuk penyuluh ini menyajikan materi tentang perbaikan lingkungan yang dikaitkan dengan penanggulangan penyakit udang windu. sebagai pembukaan, Muharijadi mengantar kita dengan mengatakan bahwa budidaya yang berkelanjutan itu harus menguntungkan secara ekonomis, ramah lingkungan secara ekologis, aman dan tidak menimbulkan gejolak secara sosiologis.

Berbicara lingkungan, terkait pula di dalamnya tentang mempertahankan eksistensi mangrove di wilayah pasang surut, yaitu berdasarkan Kepres 32 pasal 27 Tahun 1990 mengatakan bahwa kawasan mangrove seluas 130 kali pasang surut. Muhari pada awal materi juga menyinggung tentang banyaknya limbah pakan, limbah pakan kering sekitar 30% sedangkan limbah pakan cair hingga lima kalilipat limbah kering.     



Penyakit Udang

Penyakit udang terbagi atas penyakit infeksi dan penyakit non infeksi. Penyakit infeksi termasuk di dalamnya jamur (Legenidium, Fusarium, Agmasoma), Parasit (Zoothamnium, Epistylis, Acineta, Vorticella), Bakteri (Vibrio harveyi-kunang kunang), virus (IHHNV, MBV, YHV, WSSV, TSV, IMNV). Sedangkan penyakit noninfeksi yaitu terkait dengan lingkungan seperti cemaran pestisida dan TSM, serta dari nutrisi misalnya aflatoksin atau pakan berjamur.

Muhari menjelaskan bahwa penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (udang lumutan karena kelebihan bahan organik) dan bakteri dapat dibrantas dengan menggunakan antibiotik, tapi tidak semua antibiotik diperbolehkan. Saat ini penanggulangan penyakit menggunakan probiotik dan lebih ramah lingkungan. Penyakit yang disebabkan oleh virus-lah yang belum dapat ditanggulangi, karena virus bersarang dalam jaringan serta usus udang dan biasanya menyerang pancreas udang. Kita hanya bisa melakukan tindakan pencegahan atau pengendalian virus.

Lebih jauh Muhari menjelaskan sedikit tentang jenis-jenis virus, seperti YHV (Yellow Head Virus), virus yang ditandai dengan warna kekuningan pada kepala udang ini pertama kali ditemukan di Pinrang. TSV ditandai dengan ekor memerah. Yang paling kuat serangannya yaitu EMS yang penularannya melalui vibrio spesies tertentu.

Terdapat pula virus Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV), yang ditandai dengan udang tiba-tiba memutih dan kemerahan (udang rebus). Kemudian deteksi dengan histopatologi melalui nekrosis jaringan otot, infiltrasi hemosit, fibrosis.  

Selain itu terdapat virus Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV), ciri utama IHHNV yaitu udang kecil-kuntet dan hepatopankreas bengkak, otot mengecil, rostrum bengkok, dan pada udang windu Monodon Slow Growth Syndrome.

Virus yang paling sering menyerang yaitu WSSV, ditandai dengan udang berenang tidak seimbang di pinggir pematang, pertumbuhan tidak terkontrol atau terlalu cepat, terdapat bintik putih pada karapaks. Terdapat tiga pola penularan virus WSSV, yaitu pola vertical, horizontal dan kanibalisme. Secara horizontal terjadi melalui lingkungan (udang liar, kepiting, crustacea) dan rantai makanan atau virion yang terbatas ke lingkungan dan masuk ke tubuh udang yang sehat, serta melalui air, dimana virus dapat bertahan 3 sampai 4 hari dalam air. Secara vertikal terjadi dengan cara induk yang menjadi karier virus akan menularkan melalui kotoran yang setelah bebas di air akan menginfeksi larva. Infeksi pada umumnya terjadi melalui 3 rute utama yaitu kulit, insang, dan saluran pencernaan. Serta melalui dinding telur melalui disinfeksi telur. Pola kanibalisme yaitu ketika udang memakan udang yang terserang virus, biasanya satu udang mati dan dimakan maka yang akan mati berarti sepuluh udang.

Secara umum udang terkena penyakit, karena daya tahan tubuh udang yang lemah serta serangan pathogen yang kuat. Sehingga penanggulangan penyakit dengan menguatkan inang, mencegah pathogen dan memperbaiki kualitas lingkungan. Tentang lingkungan bisa diakibatkan karena melimpahnya bahan organik dan karena tambak sulfat masam. 

Penyakit yang berasal dari lingkungan, contohnya udang menurun daya tahan tubuhnya akibat pH rendah atau udang tiba-tiba berwarna merah akibat kekurangan oksigen dan terlalu padat. Selain itu ada  udang yang berwarna biru akibat terdapat plankton tertentu dalam tambak.

Penyakit akibat gizi atau aflatoksin disebabkan oleh petambak sendiri yang memberikan pakan berjamur. Penggunaan pakan berjamur dapat mematikan semua udang ditambak kurang dari 24 jam. penggunaan pestisida juga dapat menyebabkan udang keracunan.

Lantaran massifnya akibat serangan penyakit ini, Muhari menekankan agar para penyuluh konsentrasi terhadap pencegahan penyakit, yaitu dengan memelihara air dengan baik dan penggunaan probiotik untuk membantu memperbaiki kualitas air. Jika air sehat maka udang juga ikut sehat.

Namun jika udang sudah terlanjur sakit, menurut Muhari hal pertama yang harus dilakukan yaitu dengan mengetahui udang hidup di mana, udang windu di dasar tambak dan udang vannamei di kolom air. Kemudian kita mendeteksi airnya yang dikaitkan dengan morfologi udang windu. Udang windu lembar insangnya halus, berbeda dengan ikan yang lembar insangnya kuat, sehingga udang windu tidak cocok dipelihara dengan sistem biofloc atau pemeliharaan air yang efisien.

Setelah itu harus diketahui penyebab sakit, apakah disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Jika diketahui penyebabnya adalah virus, maka tidak ada obat yang dapat menyembuhkan. Meski begitu, Muhari pernah menganjurkan pada petambak di Selayar yang udangnya terjangkit WSSV untuk memberi dolomite pada tambak dan akhirnya udang dapat selamat hingga panen.

Ada juga petambak yang tidak mengetahui penyebab kematian udangnya. Seperti kasus di Selayar bahwa petambak tidak mengetahui bahwa udangnya mengalami moulting dan biasanya istirahat selama 36 jam dan tidak makan dan ketika makan biasanya memakan kulitnya sendiri yang mengandung CaMg, kemudian petambak memberikan pakan 600 kg perhari dan akhirnya udang tiba-tiba mati. Kelebihan pakan juga dapat mematikan udang. hal penting yang harus diketahui juga yaitu pada suhu 25oC udang malas makan, sehingga harus diperbaiki suhunya baru setelah itu diberi pakan secara normal.

Muhari juga sedikit menjelaskan tentang perbaikan inang/udang. Peneliti ini mengatakan bahwa penggunaan benur SPF (Species Pathogen Free) tidak menjadi jaminan di lapangan karena banyaknya faktor lain yang menyebabkan penyakit. sehingga dibutuhkan perlakukan dan manajemen khusus pada benur, seperti menambah kekebalan non spesifik melalui aplikasi vaksin, bakterin, dan immunostimulan, serta senantiasa melakukan skrining benur dengan memanfaatkan air tawar atau formalin, dimana jika benur yang mati lebih dari 20% maka kualitas benur kurang bagus. Sedangkan kelebihan benur di hatchery sebaiknya dipindahkan untuk pentokolan.

Berbicara tentang induk udang, dibutuhkan waktu minimal 20 bulan untuk menghasilkan anakan yang bagus. Jika belum sampai 20 bulan maka udang tersebut belum bisa menjadi induk. Calon induk sebaiknya diperkaya gizinya dengan pakan alami dan dan probiotik alami.     

Pencegahan Pathogen

Pathogen dapat dicegah dengan menerapkan biosecurity untuk menghalangi orang lain masuk ke kawasan, alat yang dapat menyebarkan penyakit, penjegahan semua carrier berupa pagar miring untuk biawak dan kepiting, serta tali plastik dan senar untuk menghalau burung dan bangau.  Menerapkan pengeringan total di tambak dan penggunaan kapur bakar. Untuk benur, melakukan deteksi virus menggunakan PCR untuk semua benur/tokolan yang akan digunakan, menggunakan KIT WSSV dan vibrio yang praktis dan murah.

Penggunaan tandon dan biofilter, tapi kendalanya lahan bisa berkurang. Selain itu penggunaan tandon yang tujuannya untuk memberantas Vibrio harvey cukup air didiamkan selama 72 jam di tandon sebelum air dipindahkan ke dalam tambak.


Penggunaan saponin dan kaporit berupa bestacide. Untuk memberantas ikan kecil dapat menggunakan saponin, tapi penggunaan saponin kadang hanya mematikan ikan saja, tapi telur ikan tidak mati dan akan menetas pada saat terkena sinar matahari. Sebaiknya dilakukan pemberian saponin ulang setelah 2 – 3 hari setelah diperkirakan telur menetas.         

No
Nama tanaman
Fraksi aktif 
 Nama bahan aktif
Penghambat bakteri
1
2
3
4
5
6
7
8
Acanthus ilicifolius
Avicenia alba
Carbera manghas
Clerodendron inerme
Euphatorium inulifolium
Exoecaria agalocha
Osbornia octodonta
Soneratia caseolaris
Fraksi air
EtOacasam
Fraksi air
Fraksi air
EtOac Netral
EtOac asam
EtOac asam
Fraksi air
2-methyl piperazin
Cyclopentasiloxan
Furanon g-crotonolacton
 -
n-decane/isodecane
Cyclohexasiloxane
2 heptanamin-6 methyl-amino-6 methylen
Galactopyranosida
V. harveyi
V. leiognathii
V. splendidus
V. leiognathii
V. splendidus
V. mimicus
V. harveyi
V. harveyi


















Perbaikan Lingkungan

Hal pertama yang dilakukan yaitu dengan mengecek kelayakan lahan, apakah lahan tersebut merupakan lahan normal atau termasuk lahan tanah sulfat masam (TSM). Untuk tambak TSM, dapat dilakukan reklamasi lahan, pelapisan kapur pada pematang, penggunaan beton-plastik atau mengganti tanah dasar.

Perbaikan lingkungan dapat pula dengan sistem multitropik dengan memelihara bandeng, nila dan rumput laut. Lendir ikan nila dapat menahan serangan vibrio, ikan bandeng berfungsi untuk oksigenasi, sedangkan rumput laut untuk menyerap bahan-bahan organik dalam tandon atau dalam tambak. Dapat pula dengan penggunaan probiotik untuk perbaikan kualitas air sekaligus untuk mencegah penyakit. Untuk kepadatan udang di atas 10 ekor/m2, sebaiknya menggunakan penambah oksigen untuk perbaikan kualitas air dapat menggunakan kincir air, blower dan oksigen murni. Dan untuk perbaikan lingkungan yang cukup penting yaitu penanaman mangrove di sekitar tambak dan saluran air. Penanaman mangrove atau biofilter mangrove sebesar 40% dari total hamparan, jarak tanam 0,5 x 0,5 m, jenis Rhizophora sp. Penanaman mangrove penting karena berperan juga sebagai penghasil bakterisida. 

Tabel . Jenis tanaman mangrove dan kemampuan untuk menghambat bakteri.

Menurut Muhari, karang juga mengandung zat antibakteri, tabel di bawah menggambarkan peran karang untuk menjaga kualitas air dan menekan bakteri negatif di perairan.

NAMA
FRAKSI AKTIF
EFEKTIF TERHADAP

Sponge
Callyspongia sp
Halichondria sp
Jaspis sp
Clathria sp
Steroid
Asam fenolat
Peptida
Asam fenolat
Bakteri dan jamur
Bakteri dan jamur
Jamur dan biofoling
Jamur dan biofoling
Hydrozoan
Lytocarpus sp
Plumularia sp
Stylaster sp
Aglaophenia sp

N-cyclohexil-3beta-methoxy-4 methyliden)
Steroid
Kolesterol
Benzenamin-4-methoxy-
N-Phosporanyliden)

Bakteri
Bakteri
Bakteri
Bakteri
Karang lunak (Soft coral)
Nephtea sp

Nephtenol

Biofoling


Ramah Lingkungan (Sesuai dengan CBIB)

Tambak ramah lingkungan tidak menggunakan bahan kimia, pestisida, antibiotik. Pestisida seperti brestan, thiodan, trithion, aquadyne  dapat mengikat fosfat di tanah dan bertahan atau residunya dapat bertahan hingga 20 tahun. Tanda bahwa suatu perairan telah diberi pestisida yaitu dengan mengamati warna air, jika warnanya bening berarti air tambak telah diberi pestisida. Cara terbaik untuk memperbaiki tanah yang sudah terlanjur diberi pestisida dengan cara mengganti tanahnya atau dengan memberi jerami, sekam dan dedak.      

Penggunaan antibiotik sebagai obat pembunuh bakteri seperti Chloramphenicol, nitrofuran, tetrasiklin, Oxsitetracicline (OTC), sulfadiazine, tidak diperbolehkan lagi digunakan di tambak. Tapi menurut hasil penelitian Muhari, OTC masih aman digunakan pada kadar-kadar tertentu. Efek dari antibiotik salah satunya yaitu dapat mengkerdil benur, apalagi penggunaan antibiotik di hatchery dapat menyebabkan pertumbuhan udang lambat.

Untuk penggunaan benur yang ramah lingkungan dan sehat, yaitu bebas pathogen, berasal dari hatchery terpercaya, menggunakan PL20-PL40 lebih baik dibandingkan benur dengan kurang dari PL12. Padat tebar 10.000 – 20.000 ekor untuk tambak tradisional dan di sekitar mangrove, padat 40.000 – 60.000 ekor/Ha untuk tanah liat berpasir.

Penggunaan pakan yang ramah lingkungan dengan cara pemberian pakan sesuai kebutuhan udang, untuk mengantisipasi banyaknya sisa pakan yang dapat menurunkan kualitas air dan apat menyebabkan udang menjadi stress. Selain itu, memperhatikan kualitas air, jika kualitas air menurun segera lakukan penggantian air dan pada saat penggantian air jangan memasukkan air pada awal pasang, karena mengandung konsentrasi bakteri vibrio yang tinggi. Jika ada tandon, memasukkan air ke dalam tandon terlebih dahulu itu lebih baik. Selain itu, tetaplah memperhatikan warna air.

Tabel kualitas air

KUALITAS AIR
OPTIMUM
KETERANGAN
Suhu air (oC)
pH
Salinitas (ppt)
Oksigen (ppm)
Alkalinitas (ppm)
Kedalaman air cm
Kecerahan air cm
Rasio C:N:P
Warna air
27 – 30
7,2-8,5
10 – 25
> 4,0
> 100
80 – 120
30 – 40
106:16:1
Hijau coklat
Fluktuasi < 3
Fluktuasi < 0,5
Fluktuasi < 5
Kondisi alami
Penstabil pH & plankton
Tergantung teknologi
Penunjuk fitoplankton
Penentu kebuthn pupuk
Plankton bagus

Persiapan Tambak
Poin-poin yang dipertegas oleh Muhari pada persiapan tambak yaitu pada tambak terdapat banyak gundukan dan lumpur, namun terkadang jarang dikeringkan oleh petambak, sehingga seringkali meningkatkan kemasaman air.

Muhari menambahkan tentang penggunaan pupuk. Tambak bekas tanaman nipa memerlukan pupuk SP36 susulan untuk memperbaiki kualitas air dalam tambak. Dilakukan dengan pemberian pupuk susulan SP36 sebesar 2 kg setiap lima hari. Berbeda dengan tambak bekas mangrove percuma menggunakan banyak fosfat. Begitu halnya tambak lempung berliat juga tidak membutuhkan SP36. Sedangkan penggunaan pupuk urea makin massif dibandingkan penggunakan fosfat jika tambak makin dekat ke laut. penggunaan urea dilakukan pada saat air dalam tambak tersedia dan penebaran lebih tinggi pada musim kemarau. Sementara untuk tambak berpasir membutuhkan pemberian pupuk organik. Pupuk yang mengandung kalium seperti NPK dan Phoska tidak diperlukan di tambak, karena sudah banyak kalium dari laut. Secara umum penggunaan pupuk di tambak mengacu pada kebutuhan fithoplankton dan alga yaitu C : N : P = 106 : 16 : 1.

Untuk pengapuran di tambak menggunakan Kapur Pertanian (100%), dolomite (108%), kapur bangunan (136%) dan kapur bakar (170%). Petambak harus membedakan antara kapur bakar dengan kapur bangunan, kapur bakar jika disiram air maka akan bergelumbung. Diantara beberapa jenis kapur, yang paling efektif adalah kapur dolomit karena tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan pH, tapi juga membantu untuk pembentukan kalsium, magnesium, dan bikarbonat dalam air yang dibutuhkan oleh udang karena kulit udang ternyata mengandung Ca2 dan Mg.

Dalam pengisian air, Muhari hanya mengingatkan bahwa banyak kejadian di lapangan, pengisian air mengikuti pola budidaya bandeng, sehingga menghasilkan klekap dan biasanya kelekap naik ke permukaan air. Jika ini diikuti dan dipelihara udang, maka akan membahayakan udang yang dipelihara. Makanya jika tumbuh klekap di tambak, sebaiknya diisi bandeng dulu sebelum menebar udang. selain itu tidak melakukan pengisian air pada awal pasang, karena banyak mengandung bakteri patogen (vibrio harveyi = kunang-kunang)

Muhari mengingat bahwa di Kab. Pangkep masih banyak tambak yang dibuat dengan model seri, sehingga pola pengisian airnya antara tambak dengan tambak lainnya saling terhubung untuk pengisian airnya. Menurut Muhari, sebaiknya model pengisian air menerapkan model paralel, karena model seri berisiko terhadap penularan penyakit lebih cepat. Selain itu, seperti dijelaskan sebelumnya, yaitu tersedianya petak pengendapan, tandon dan tratment, memiliki saluran pasok dan buang yang terpisah, memiliki jalur hijau (Green belt), sistem seri yang diperbolehkan yaitu : tandon (Mangrove + tiram -à bandeng à rumput laut -à udang). Tiram berfungsi sebagai filter feeder dimana filter air 10 L/jam, filter air plankton, bakteri, flagellata, logam berat. Bandeng berfungsi untuk mengurangi Bahan Organik Total di tambak dan mengurangi kepadatan klekap. Rumput laut menyerap kelebihan amoniak (nitrat, nitrit, posfat, Fe).

Muhari sedikit menyinggung tentang penggunaan probiotik dalam tambak yang berfungsi mengurangi koloni patogen dan bersifat nonpatogen, menghambat pertumbuhan patogen, mengurai BOT, NH3, NO2,­ membantu proses pencernaan, menurutnya probiotik yang aman itu yang jenisnya Baccilus (subtilis, mega, lich), kalau jenisnya Lactobacillus itu biasanya untuk hewan darat dan untuk ibu-ibu yang menyusui. Sementara probiotik yang berasal dari Aeromonas itu tidak baik karena Aeromonas merupakan penyebab penyakit pada ikan mas. Muhari pernah melakukan pengecekan terhadap jumlah bakteri dalam kemasan, tertulis jumlah bakteri 1042, tapi ternyata setelah diuji hanya berisi 106. Petambak pun harus memperhatikan beberapa hal dalam pemberian probiotik, seperti tepat jenis (species), tepat waktu (frekuensi aplikasi), tepat cara pembiakan (kultur), tepat media (suhu, salinitas, pH air), tepat substrat tanahnya, tepat dosis.

Beberapa tahun terakhir BPPBAP telah mengembangkan bakteri probiotik lokal atau biasa disebut probiotik RICA (Research Institute for Coastal Aquaculture). Telah dipetakan jenis probiotik yang telah diambil pada masing-masing habitat, seperti Pseudoalteromonas SP berasal dari laut, Brevibacillus berasal dari tambak, Bacillus Sp berasal dari tambak, Staphylococcus Sp berasal dari mangrove, Serratia SP berasal dari mangrove, Peseudomonas Sp berasal dari mangrove. BPPBAP telah melakukan seleksi sebanyak 3.976 isolat. 

Probiotik tersebut telah diujicobakan di beberapa tempat, yaitu di Kab. Barru sebanyak 2 petambak pada 2009, di Kab. Pinrang sebanyak 6 petambak pada 2010, dan 36 orang pada 2012, serta Kab. Pangkep sebanyak 71 orang pada 2011, 18 orang pada 2012 dan 20 orang pada 2013. Pada 3 Mei lalu, hari kedua pelatihan para peserta mendatangi panen udang tambak Puang Erna, yang merupakan tambak penelitian probiotik RICA yang dipimpin oleh Dr. Muharijadi. 

Idham Malik
Hasil pelatihan BMP Budidaya Udang Windu untuk Penyuluh Perikanan, WWF-Indonesia.






0 komentar:

Penyakit Udang Windu di Tambak dan Perbaikan Lingkungan dengan Aplikasi Probiotik RICA