semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Percakapan di Petang Hari



Percakapan di sela-sela waktu itu cukup mengganggu, walau mungkin ada benarnya juga. Yah, tiga hari lalu, ketika petang melingsut jatuh di Sanur, wisatawan melangkah-langkah kecil di tepi jalan, seorang bapak yang saya kenal baik itu membuka pertanyaan, yang aneh dan menghunjam. “Idham mau berapa lama bekerja di sini?” saya menjawab, “tidak lama juga Pak, ada apa Pak?”

Bapak itu menjawab, “Ah, tidak, jangan diambil hati yah, saya melihat Idham itu tidak cocok kerja di sini, tempat tersebut membutuhkan orang yang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dan mampu melakukan inovasi-inovasi,” tukasnya.

Lalu saya menanyakan sama beliau, “terus saya cocoknya jadi apa Pak?”, kemudian beliau menjawab, “Idham cocoknya itu kerja di pemerintahan dan bagian aplikasi. Kalau jadi dosen juga tidak cocok”. Saya hanya menjawab, saya cocoknya itu pak di ilmu sosial dan masyarakat. Teman datang dan perbincangan tersebut terhenti dan kami berangkat bersama ke Denpasar.

Sepanjang perjalanan saya tidak memikirkan hal tersebut, sibuk saja ketawa-ketiwi dengan candaan-candaan kawan-kawan. Tapi kadang-kadang saya kembali teringat dengan pernyataan yang terdengar jujur itu. Untuk menjawab hal tersebut saya mencoba menjelaskannya melalui tulisan ini, walau tidak langsung di hadapan beliau.

Memang, dalam beberapa kali bertemu dengan beliau, saya tidak banyak kata dan tidak hebat dalam percakapan. Hal ini disebabkan oleh kemampuan teknis saya dalam bidang yang kami bicarakan masih kurang, dan saya menerima semua masukan-masukan beliau. Saya terlihat lemah dalam berargumen karena saya merasa masih kurang tahu terhadap topik, sehingga saya mendengar dan mengiya-kan saja. Tentu, untuk memahami topik tersebut butuh waktu lama, pengalaman di lapangan dan konsentrasi tinggi, sehingga saya mengunyahnya pelan-pelan, learning by doing, tidak gegabah bicara ini itu tapi hanya asal bunyi. Tentu, jika beliau bersabar, saya lama kelamaan akan bisa mengikuti ritme beliau.

Tentang kemampuan komunikatif, saya agak berbeda dengan yang lainnya. Saya lebih pada mencoba untuk bertahan dalam medan komunikasi. Beradaptasi pelan-pelan dan membangun relasi yang harmonis, tidak dengan tiba-tiba akrab dan banyak ngomong. Dalam hal diskusi saya terbuka pada diskusi apa saja. Namun, sayangnya saya kadang terlalu terburu-buru membaca peta lawan bicara. Saya tidak mau menjatuhkan teman bicara dengan komentar-komentar saya. Sehingga, saya selalu terlihat bodoh dan kurang dapat memberikan argumen yang baik. Di sinilah memang letak kelemahan saya, apalagi dengan nada suara yang pelan dan tak bertenaga. Tapi sebenarnya saya memikirkan apa yang dibicarakan, walau tidak bisa langsung pada saat itu.

Nah, jika berbicara tentang konteks lapangan dan teknis operasional, saya biasanya tidak banyak bicara, karena saya merasa belum punya banyak pengalaman dalam bidang itu. Saya selalu ragu atas perkataan yang tidak memiliki dasar, selalu menunda untuk berbicara hingga saya punya gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang sebuah teknik ataupun permasalahan. 

Tapi, permasalahan dalam dunia perikanan bukan sekadar persoalan teknis, tapi juga persoalan sosial, persoalan politik, persoalan etika. Hal-hal tersebut harus disinergikan dan disinambungkan, sehingga kita tidak mencari solusi secara setengah-setengah, tapi langsung memberantas hingga akar-akarnya, yang justru aroma politiknya sangat terasa.

Untunglah saya sedikit terobati dengan kata-kata Sokrates, yang mengatakan bahwa kita harus sadar bahwa kita itu tidak tahu terhadap permasalahan yang kita hadapi. Dari ketidaktahuan itulah sebagai dasar dan modal untuk bertanya dan mencari jawabannya. Dari proses itu filsafat merambah wilayah-wilayah yang belum terjangkau, kemudian dengan mengulang – ulang dan mencoba-coba terus, terbentuklah suatu keyakinan tertentu akan fakta dan relasi antar fakta, yang kemudian kita sebut sebagai ilmu.

Dan saat ini saya baru melakukan upaya perambahan dengan mata, telinga dan langkah kaki saya, dengan catatan-catatan kecil saya yang terus saya tumpuk dan kembangkan. Saya mengaku saya lemah dalam hal teknis, tapi saya yakin itu bisa saya pelajari, sembari mempelajari hal-hal lain, seperti strategi mendekati pemerintah, pengusaha, dan pihak-pihak lain yang kemungkinan dapat membantu kita dalam perbaikan lingkungan.

Saya tidak berharap akan menjadi sesuatu, misalnya menjadi doktor atau memperoleh jabatan penting. Saya hanya berharap bahwa terjadi perubahan untuk lingkungan, dan manusia menjadi lebih bersahabat dengan alam. Kalau pun saya akan dilupakan dan tidak memperoleh tempat, itu bukan hal yang patut dipikirkan. Saya pun berfikir bagaimana mengajak orang-orang untuk lebih cinta pada lingkungan, lebih arif terhadap bumi, lebih dapat menjaga lingkungan sekitarnya. Dengan menampilkan hidup sederhana, tidak boros, berbuat baik, dan menunjukkan contoh kepada generasi muda yang lain. Dan, saya tidak menganggap kerja di tempat tersebut sebagai pekerjaan, tapi sebagai panggilan hati untuk turut berkontribusi dalam perbaikan dunia.

Jika ada pihak yang menganggap saya tidak kompeten pada bidang ini, mungkin perlu dijelaskan lebih detail apa-apa yang saya harus lakukan untuk memperbaiki diri saya. Bukan dengan menanyakan berapa lama saya akan keluar? Yah, secara pribadi, saya tidak masalah. Saya keluar dan banyak hal-hal penting yang dapat saya lakukan. Misalnya dengan membaca ulang buku-buku yang tertumpuk di rumah. Membuat-buat tulisan, berkeliling Indonesia dan dunia untuk menambah khasanah makna dan pengetahuan. Berkenalan dengan orang baik dan membantu tugas orang-orang baik tersebut. Walau dengan ganjaran hidup miskin.   

Saya mungkin salah dan tidak tepat bekerja di tempat tersebut, yang berisi orang-orang cerdas dan komunikatif. Tapi, dalam dunia kerja realitasnya tidak seperti itu, kita yang tiba-tiba terpilih dan pihak yang memilih secara bersama saling membangun, mengisi kekurangan masing-masing, sembari belajar bersama untuk bangkit.

Yah, sepertinya bapak itu terlalu sering berspekulasi, terlalu merasa mampu untuk melihat masa depan orang. Untuk pernyataannya saya ucapkan terimakasih. Dan tentang berapa lama saya di tempat tersebut, saya akan jawab saya tidak tahu. Saya hanya berusaha dan terus berusaha, toh kalau-kalau besok saya dipecat atau dikeluarkan itu adalah keinginan lembaga tersebut. Saya hanya mau bilang bahwa saya yang hari ini tentu berbeda dengan saya pada tahun depan. Dan waktulah yang akan menentukan kapan saya tidak di tempat tersebut. Toh, kalau pun di luar saya tetap mencintai lingkungan, dan juga perikanan.

Salihara, Jakarta Selatan
24 Juni 2014
Idham Malik




0 komentar:

Percakapan di Petang Hari